Wed, 31 Jan, 2018
Inovasi tiada henti dilakukan Direktur Utama RSUP Prof. dr. R. D. Kandou dr. Maxi Rondonuwu, DHSM, MARS bersama jajarannya. Dengan penambahan Cath Lab di Instalasi Bedah Sentral (IBS), Dr. dr. Jimmy Panelewen, Sp.B-KBD selaku Direktur SDM dan Pendidikan mengatakan bahwa sebagai Rumah Sakit Rujukan Nasional di Indonesia Timur yang sedang mempersiapkan diri menyambut akreditasi internasional terus berupaya untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan di RSUP Kandou guna memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan dengan menambahkan peralatan kesehatan seperti Cath Lab yang ada di bagian Bedah Sentral, ucapnya. Menyangkut teknis pelaksanaan dijelaskan dr. Djony Tjandra, Sp.B(KV) salah satu dokter plaksana di Cath Lab bahwa penambahan satu unit Cath Lab di IBS membuat layanan di RS ini semakin paripurna. Cath Lab, yang merupakan salah satu layanan unggulan, mengedepankan tindakan minor invasif dan tidak ada bekas sayatan (pembedahan terbuka). Dengan alat inipun kasus-kasus endo vaskuler seperti penanganan vaskuler pada pasien-pasien cuci darah dapat ditangani secara komprehensif atau menyeluruh. “Pemasangan kateter double lumen idealnya dikerjakan di Cath Lab, supaya dapat ditentukan ujung dari kateter double lumen itu, sehingga bisa dilakukan tindakan hemodialisa yang lebih optimal. Di samping itu juga tindakan di Cath Lab dapat dikerjakan untuk mempercepat maturitas dari suatu arteriovenous (AV) fistula atau cimino. Cara ini adalah yang terbaru untuk mematangkan atau mempertahankan akses hemodialisis atau cuci darah. Lanjutnya, tindakan minimal invasif berupa venoklafi dan venoplasti bisa dikerjakan dengan Cath Lab ini. Tentunya jika ada stenosis atau penyempitan di akses pembuluh darah di cimino pada pembuluh darah pasien bersangkutan. Kita bisa memasang balon supaya dapat mempertahankan kesinambungan jangka panjang akses vaskuler cimino. Dan waktu pemakaian cimino bisa lebih panjang,” tandasnya.
Tindakan pada kasus vena lain seperti adanya deep vein thrombosis (sumbatan pembuluh darah) pada pembuluh darah balik di bagian dalam, juga dapat dikerjakan. “Seperti pemasangan vena cava filter. Dimaksudkan mencegah emboli paru yang bisa mengancam pasien. Terutama pada kasus-kasus tumor di kandungan atau di alat genitalia bagian dalam. Jika ada sumbatan bisa berisiko emboli paru,” terang Tjandra.
Kasus-kasus varises (pelebaran pembuluh darah di tungkai bawah) bisa juga dikerjakan tindakan radio frekuensi ablatio berupa tindakan minimal invasif dengan melakukan ablatio tanpa ada sayatan terbuka. Ada juga tindakan untuk mengatasi varises di bagian dalam alat genitalia perempuan, yang mudah terjadi perdarahan pada persalinan biasa.
Begitu pula kasus kaki diabetes yang cukup tinggi angka kejadiannya di Sulut.
Perlu diketahui, kasus kaki diabetes selain bermasalah secara infeksi, persarafan yang terganggu karena pasien tidak lagi merasa nyeri. Adanya gangguan vaskularisasi atau iskemik, yaitu aliran darah tidak sampai ke ujung-ujung tungkai kaki bagian bawah, membuat luka menjadi lama sembuh.
Komplikasi lain berupa daerah tersebut kekurangan suplai darah, oksigenasi, dan nutrisi, berakibat proses penyembuhan jadi terganggu, sehingga risiko kaki diabetes terancam diamputasi.
“Cath Lab bisa menunjang tindakan angiografi dan angioplasti dengan menambah aliran darah ke kaki diabetes menggunakan baloon atau stent-stent seperti yang sudah kita kenal pada operasi jantung,” tutur Tjandra.
Selanjutnya, kasus-kasus tumor di ginjal maupun rahim yang berisiko terjadi perdarahan. Dengan cara dilakukan penutupan aliran darah ke daerah tumor atau dikenal dengan tindakan embolisasi: disumbat pembuluh darah di daerah sasaran, dan operator akan melakukan operasi terhadap tumor tersebut sehingga perdarahan dapat terkontrol.
Selain itu, kasus-kasus pembedahan terbuka seperti aneurisma aorta (pelebatan pembuluh nadi) yang dulu dilakukan secara terbuka yang berisiko mortalitas dan mobilitas yang tinggi dan perawatan yang lama, saat ini bisa dilakukan secara minimal invasif. Yaitu dengan tindakan EVAR (Endovaskuler Aneurysm Repair): berupa pemasangan ring stant di pembuluh darah aorta, dan pembuluh besar keluar dari jantung. Tjandra menekankan, minimal invasif bisa mengurangi risiko dari tindakan operasi besar. Begitu pula lama perawatan dan pembiayaan lebih ringan. “Walau penggunaan high tech berimbas cost akan besar, tapi efisiensinya lebih baik dengan melakukan minimal invasive,” ucapnya, sembari mengungkapkan, keuntungan dari Cath Lab di Instalasi Bedah Sentral, dapat dilakukan konversi di tempat dan waktu bersamaan jika terjadi masalah pada minimal invasif. Ditunjang dengan kerja sama cepat dengan bidang anestesi atau pembiusan. Ditambahkan Tjandra, banyak kasus endovaskular bisa dikerjakan dengan berkembangnya teknologi saat ini. Ditunjang dengan kemampuan SDM dan fasilitas yang baik. Di Indonesia, katanya, penanganan kasus-kasus endovaskular sudah berkembang pesat selang 10 tahun terakhir. Tindakan-tindakan di atas juga bisa dinikmati semua warga Indonesia. Karena terkover oleh program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) yang dikelola BPJS Kesehatan. Ditambahkan pula oleh Kepala Instalasi Bedah Sentral dr. Herman Kereh, Sp.B bahwa saat ini tenaga SDM di Cath Lab IBS kualitasnya semakin bagus baik itu Dokter maupun Perawat di antaranya dr. Richard Sumangkut, Sp.B(K) sebagai Kepala Divisi Vaskular, dr. Gilbert Tangkudung Sp.S(K), serta para perawat yang dikoordinir oleh Ns. Lussy Kambey, S.Kep, M.Kes, imbuhnya (hukormas)